Tugas Individu
FILSAFAT MANUSIA
“Analisis Biografi R.A. Kartini”
Di Susun oleh :
TIRTA CAHYANI
4512091008
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 45 MAKASSAR
“ANALISIS
BIOGRAFI RADEN AJENG KARTINI”
Nama Lengkap :
Raden Ajeng Kartini
Alias :
R.A Kartini
Kartini Tanggal Lahir :
Jepara 21 April 1879
Tempat Lahir :
Jepara, Jawa Tengah
Ayah :
Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat
Ibu :
M.A Ngasirah
Suami :
K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
Anak :
Raden Mas Soesalit
Wafat :
17 September 1904
I.
DESKRIPSI KASUS
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21
April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan
yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia
tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh
orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil
sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena
takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan
buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya
di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa
membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam
memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada
Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita
Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya
untuk memajukan wanita Indonesia. Karena tekad bulat kartini untuk mencapai
cita citanya, Kartini mulai mengembangkan dengan belajar menulis dan membaca
bersama teman sesama perempuannya, saat itu juga Kartini juga belajar bahasa
Belanda.
Wanita
tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan
mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu
pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga
menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa
lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa
untuk belajar di negeri Belanda.
Beasiswa
yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh
orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut
suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini
diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu
gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini
digunakan sebagai Gedung Pramuka. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi
sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan
antara yang miskin dan kaya.
Anak
pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada
tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini
meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu,
Rembang.. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh
Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah
"Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van
Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon
memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini
pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT
LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Saat ini
mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau
berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai
awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam
berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi
seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain
sebagainya.
Kartini
yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai
pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu
diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta
perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan
keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108
Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April,
untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai
Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari
besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak
memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada
yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan
Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Alasan
mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia
lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain
yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan
Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah
memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan
mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi
wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah
tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah
berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.
Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya
tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah
mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti
yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Raden
Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati
kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah
mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak
disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia
mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan
upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang
disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era
globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil
terhadap perempuan.
"Kami di sini memohon
diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-sekali
karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki
dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang
besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke
dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama."
“Menyandarkan
diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia.
Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada
Allah, tidak terikat kepada seorang manusia pun ia sebenar-benarnya bebas.”
II.
RUMUSAN MASALAH
·
Kebebasan
yang seperti apakah yang diinginkan R.A.Kartini?
·
Apakah
dengan menentukan pilihan, bisa dikatakan kebebasan?
·
Perlukah
kebebasan itu? Seberapa penting kebebasan itu?
III.
KAJIAN PUSTAKA
Manusia secara spontan tahu tentang
kebebasan karena ia hadir pada dirinya sendiri yang bertindak. Manusia bebeas
memilih sekaligus secara kodrati terdorong untuk menuju diri yang sejati.
Manusia adalah makhluk yang bebas sekaligus terikat. Dalam refleksi filosofis
yang dijalankan sampai sekarang manusia ditemukan sebagai makhluk paradoksal.
Paradoksa juga berhubungan dengan kebebasan. Secara negative kata “bebas” berarti
tidak ada paksaan. Paksaan bisa menyangkut fisik, psikologis, social, historis,
dan sebagainya. Semua factor tersebut ikut menentukan kelakuan manusia. Jika
factor-faktor itu menentukan kelakuan secara menyeluruh, maka tindakan tidak
lagi disebut bebas. Inti dan hakikat kebabasan ialah bahwa penentuan datang
dari diriku sendiri. Maka hakikat kebebasan adalah penentuan diri.
Setiap manusia
dalam hatinya mengidam-ngidamkan kebebasan bagi dirinya sendiri, maksud
kebebasan di sini sebagai makna keberadaan kita sebagai manusia. Meskipun
manusia bebas terhadap hal yang terbatas, namum di dalam kebebasan pilihan juga
hadir suatu keharusan. Aku mempunyai kewajiaban menuju kebaikan sejati.
Keharusan itu bukan dererminisme. Untuk keharusan yang bersifat deterministis,
aksi dan reaksi bersifat pasif dan berjalan dengan suatu tujuan. Lain halnya
dengan manusia. Keharusan dalam kehendak direalisasikan secara bebas. Keharusan
etis menyatakan diri kepadaku sebagai suatu syarat.
Manusia seperti
segala makhluk yang lain tidak bebas untuk menentukan arah keharusan
kodratinya, namum pelaksanaannya buka dengan suatu keharusan yang bersifat
deterministis. Keharusan kodrati mendorong, namum tidak memaksa. Manusia tahu
tentang kemungkinan yang terbuka dan ia harus memilih. Jadilah diri yang
sejati.
Kebebasan sering disamakan dengan “bebas untuk memilih”,
namum ternyata bukan itu yang dimaksud dengan “kebebasan sejati”. Paradoks
kebebasan terletak pada kebebasan pilihan dan kebebasan sejati. Dengan
“kebebasan pilihan” dimaksud bahwa manusia bebas untuk memilih antara ini atau
itu, untuk bertindak atau tidak. Kehendak sendiri harus menentukan. Segala
sesuatu siap untuk bertindak atau tidak bertindak, ke arah ini atau ke arah
lain. Namun tidak ada apa pun di luar kehendak sendiri. Tetap saya sendirilah
yang harus menentukan sikap terhadap yang satu itu. Saya dapat pasrah, namun
saya juga dapat protes dan melawan. Inilah kebebasan pilihan, maka tidak sama
dengan kebebasan sejati.
Kebebasan pilihan ada dalam diri saya karena saya manusia.
Setiap saat saya harus menentukan diri saya sendiri. Kebebasan ini ada dalam
diri saya tanpa jasa saya sendiri, karena itu dapat disebut anugrah. Perkataan
“anugrah” mengandaikan bahwa aku menilai kebebasan pilihan secara positif. Saya harus memikirkan
diri saya sendiri ketika memilih makna atau nilai untuk diri saya sendiri dalam
tindakan menjadi sadar akan eksistensi saya.
Hanya melalui pilihan manusia selama hidup di dunia ini
dapat menuju kebebasan kodrati. Semakin kehendak terarah menuju kebaikannya,
manusia semakin menjadi manusia yang baik. Namum, kehendak dapat juga terarah
kepada yang jahat. Setiap perbuatan baik memperkuat arah menuju kebaikan.
Keadaan perasaan beraneka ragam. Menghadapi suatu kebaikan
yang belum tercapai, timbul keinginan dalam hati untuk meraihnya. Perasaan
berpusat pada hati. Kata Albert Camus “Hatiku dari awal tersentuh dan aku
membutuhkan seluruh hidupku untuk mengungkapakn dan melakasanakannya.
IV.
ANALISIS REFLEKTIF
Raden Ajeng Kartini lahir di kota
Jepara, salah seorang bangsawan yang
masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak
diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh
orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Di sinilah
Kartini tidak merasakan kebebasan. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan
pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan
sebagai seorang wanita. Paksaan bisa menyangkut fisik, psikologis, social,
historis, dan sebagainya. Semua factor tersebut ikut menentukan kelakuan
manusia. Jika factor-faktor itu menentukan kelakuan secara menyeluruh, maka
tindakan tidak lagi disebut bebas.
Kartini mengumpulkan buku-buku
pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman
rumah. Akhirnya membaca menjadi kegemarannya. Semua buku, termasuk surat kabar
dibacanya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita
Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Wanita tidak hanya
didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Kartini bebas untuk memilih antara ini atau
itu. Kehendak sendiri harus menentukan. Inilah kebebasan pilihan. Tetap kita
sendirilah yang harus menentukan sikap terhadap yang satu itu. Kebebasan
pilihan ada dalam diri karena saya
manusia.
Dari surat Kartini kepada Prof.
Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902 :
"Kami di sini memohon
diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-sekali karena kami menginginkan
anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya.
Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita,
agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu,
pendidik manusia yang pertama-tama."
Dari surat itulah Kartini menilai
kebebasan pilihan secara positif. Kartini
memikirkan dirinya sendiri ketika memilih makna atau nilai untuk dirinya
sendiri dalam tindakan menjadi sadar akan eksistensinya sebagai kaum wanita. Inti dan hakikat kebebasan ialah bahwa
penentuan datang dari diri sendiri. Maka hakikat kebebasan adalah penentuan
diri.
KESIMPULAN
·
Kebebasan
hadir pada diri sendiri yang bertindak. Manusia bebas memilih sekaligus secara
kodrati terdorong untuk menuju diri yang sejati. Manusia adalah makhluk yang
bebas sekaligus terikat. Hakikat kebebasan adalah penentuan diri.
·
Paradoks
kebebasan terletak pada kebebasan pilihan dan kebebasan sejati. Kebebasan
sejati direalisasikan melalui kebebasan pilihan. Hanya kebebasan pilihan
manusia selama hidup di dunia ini dapat menuju kebebasan kodrati. Keterarahan
makin kuat dan tetap menuju diri yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Snijders, A., 2004, Antropologi Filsafat, Manusia: Paradoks dan Seruan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
·
Wink Yagami . Biografi Raden Ajeng
Kartini. Tersedia : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html
[ 7 Januari 2014, 20:22]
·
Uniqpost. Berita Pilihan. Tersedia : http://uniqpost.com/profil/r-a-kartini/
[7 Januari 2014, 20:30]